News Update :

Sayyang Patuddu’ : Sebuah Tradisi Suku Mandar yang Tak dimakan oleh Jaman

Tuesday, August 21, 2012




            Suku Mandar dulunya adalah salah satu etnis di Sulawesi Selatan. Namun sejak pemekaran yang menjadikan wilayah tersebut berdiri sendiri yaitu Provinsi Sulawesi Barat, Suku atau Etnis Mandar kemudian berdiri sendiri (sumber : berdasarkan lontarak kerajaan Mandar, bahwa Kerajaan Mandar adalah Kerajaan Merdeka).
            Banyak tradisi yang ditinggalkan oleh nenek moyang kerajaan Mandar. Namun dari sekian banyak tradisi tersebut, salah satunya adalah Sayyang Pattuddu’. Sayyang berasal dari bahasa Mandar yaitu kuda, sedangkan patuddu merupakan istilah yang bermakna menganggukkan kepala atau bergoyang. Dari makna tersebut menunjukkan bahwa tradisi ini melibatkan kuda yang bisa bergoyang.
            Sayyang Patuddu’ dilaksanakan sebagai ucapan syukur jika salah satu anak dari Suku Mandar berhasil menamatkan Al-Quran. Malamnya anak tersebut akan mengikuti beberapa ritual adat salah satunya memberikan barang-barang yang disukai oleh guru mengajinya sebagai ucapan tanda terima kasih. Hingga pada akhirnya untuk keesokan harinya ia akan menaiki kuda yang di arak keliling kampung.
            Kuda yang digunakan bukanlah kuda pada umumnya, namun kuda tersebut dihias dan telah dilatih khusus untuk bergoyang jika mendengar suara musik rebana. Anak yang telah tamat mengaji tidak akan menaiki kuda itu sendirian. Ia harus memiliki pendamping, yaitu seorang gadis yang masih perawan yang kemudian akan mengenakan baju adat Suku Mandar. Gadis tersebut haruslah berasal dari keturunan Mara’dia di kampung tersebut.
            Sebelum menaiki kuda yang telah disediakan, para gadis serta anak yang akan ditamatkan harus mendengar syair pantun Mandar yang dibacakan. Saat naik di atas kuda gadis yang dipilih sebagai pendamping tidak boleh langsung duduk, namun ia harus berdiri di atas kuda tanpa berpegang dengan apapun. Dimaksudkan sebagai tanda bahwa ia telah siap.
            Kuda-kuda yang telah dihiasi tersebut akan berjalan keliling kampung, diiringi musik rebana yang sangat hiruk pikuk. Secara otomatis kuda tersebut tidak hanya tinggal diam, ia akan mengikuti musik yang ia dengar dengan menggeleng-gelengkan kepala mereka.
            Pada zaman dulu, pendamping yang berasal dari gadis di desa tersebut sengaja di arak keliling kampung, untuk mengumumkan bahwa ada gadis belia yang belum menikah. Sehingga pemuda dapat melihatnya dan mengirimkan salam pada gadis tersebut.
            Tradisi ini sudah turun temurun di lakukan oleh Suku Mandar. Namun sudah tidak semua yang melaksanakannya. Sayyang patuddu’ ini masih rutin dilakukan oleh Suku Mandar yang berada di Desa Mappili dan sekitar kecamatan Mappilli dan sekitarnya.
           
Share this Article on :

0 komentar:

 

© Copyright Berbagi Ilmu Pengetahuan Terbaru 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.