Kullun
Nafsi ZaaIqatul Maut. Setiap yang bernyawa akan mengalami kematian. Kali ini
saya tidak akan membahas tentang kematian, namun tetap berbagi tentang
kehidupan. Beberapa waktu yang lalu saya membagi sedikit ilmu mengenai gangguan
jiwa waham dan halusinasi yang di derita tetangga saya karena pengaruh masa
lalu buruk yang ia miliki. Maka akan saya awali dengan bagaimana kelanjutan
nasibnya, sehingga hari ini saya kembali menemui banyak pelajaran yang harus
diterapkan dalam hidup ini.
Sedikit
kilas balik tentang ibu Rani (nama disamarkan), seorang wanita yang berusia
sekitar 55 thn, yang mengalami gangguan jiwa waham sehingga selalu meresahkan
masyarakat dengan tingkahnya merusak dan menghina orang tanpa sebab. Setelah
perbuatannnya yang merusak tersebut sudah melewati batas, warga dan pihak
keluarganya (yang selama ini kurang memperhatikan beliau), sepakat untuk
membawa Ibu Rani ke Rumah Sakit Jiwa.
Sekitar
hampir 30 menit terjadi perlawanan dari Ibu Rani ketika pihak keluarga, warga,
dinas sosial serta petugas Rumah Sakit Jiwa memaksanya masuk ke dalam ambulans.
Hingga pada akhirnya Bu Rani berhasil di bawa dengan tangan yang harus diikat.
Namun
kejadian tadi bukanlah kejadian yang menarik perhatian saya, mata saya kemudian
tertuju kepada Ibunda Bu Rani yang harus berteriak-teriak karena anak
satu-satunya harus di bawa dan diperlakukan seperti itu. Dia adalah Ibu Santi
(nama disamarkan), wanita dengan usia yang sudah sangat lanjut yang selama ini
tinggal berdua bersama anaknya tersebut. Dia sudah tidak sehat lagi, lututnya
sudah tidak bisa digerakkan karena sakit dan bengkak. Cara bicaranya pun sudah
kurang jelas, serta ingatannya sudah hilang setengah-setengah.
Ibu
santi terus saja berteriak tidak ingin anaknya di bawa, ia terus menerus
berteriak anaknya akan di bawa kemana, dan mengkhawatirkan keadaan anaknya
nanti. Padahal tidak jaraang anaknya itu memukul ibunya dengan balok-balok
sebagai pengaruh dari penyakit yang dideritanya. Karena tidak tahu harus
berbuat apa, pihak keluarganya pun memutuskan untuk membawa Ibu Santi ke rumah
sakit jiwa untuk di rawat. Itu terjadi karena ia terlihat depresi, selain itu
Ibu Santi sudah berbicara tidak jelas persis dengan kata-kata yang selalu di
ucapkan anaknya. Sebagai contoh, ia menceritakan bagaimana semua barang-barang
miliknya selalu hilang secara misterius padahal lemarinya di kunci. Itu juga
yang sering di ucapkan Ibu Rani anaknya setiap hari, dan pihak keluarga
menyimpulkan bahwa penyakit gila yang diderita Ibu Rani sudah pindah pada
ibunya.
Keponakan
serta cucu dari Ibu Santi kemudian menggendongnya keluar rumah. Tetapi Ibu
Santi tidak mau meninggalkan rumahnya karena takut barang-barangnya akan
hilang. Setelah di bujuk, ia pun memberikan syarat bahwa koper yang ia miliki
harus dititip pada tetangga depan rumahnya.
Melihat
kejadian itu saya pun berpikir, bahwa harta sebanyak apapun tidak akan pernah
membantu kita dalam keadaan seperti itu. Jika nanti usia kita renta yang kita
butuhkan adalah perhatian dari orang-orang yang ada di sekitar kita. Sehingga
yang harus dipelihara bukanlah unag dan harta, namun silaturahmi serta hubungan
baik dengan orang-orang yang kita kenal.
Ibu
Santi dulunya bukanlah orang yang serba kekurangan, dia bahkan memiliki banyak
uang dan harta saat masih muda dulu. Kejayaannya berlangsung cukup lama, dengan
hidup serba kecukupan itulah ia measa hidupnya sudah tenang dengan hanya
tinggal di rumah tanpa harus berteu dengan siapa-siapa. Dia hanya mempunyai
satu anak yang tidak bersuami karena suaminya meninggalkannya pada malam pengantin
(penyebab bu rani menderita gangguan jiwa). Hari berlalu usianya sudah
membuatnya tidak berdaya ditambah dengan penyakit anaknya yang dideritanya.
Sungguh
dunia hanyalah hiasan, siapa yang menyangka kalo nantinya nasib kita akan
berubah lambat laun tanpa terduga. Yang kita bawa nanti hanyalah selembar kain
putih. Bukan tembok rumah kita, besi pagar kita, seta uang dan harta kita.
0 komentar:
Post a Comment